Cerca nel blog

sabato 17 febbraio 2018

Tempat sunyi

 Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.
Di padang gurun Yesus kesendirianNya, Allah Bapa telah berbicara kepadaNya bahwa tugasNya telah tiba.
Selama Yesus menyendiri, Dia mempersiapkan diri untuk tugas besar, mempersiapkan diri sebelum  memulai mewartakan kabar gembira dan karyaNya.
 Di dalam hidup kita juga harus mempersiapkan diri sebelum memulai hal-hal tertentu yang hanya dapat diselesaikan ketika kita sendirian dengan Allah. Ada saat-saat di mana nasihat orang lain tidak ada yang berguna.
 Ada saatnya di mana kita perlu untuk berhenti bertindak dan mulai berpikir.
 Mungkin kita sering membuat kesalahan karena kita tidak memberikan diri kita kesempatan untuk menyendiri bersama Tuhan, membaca, mendengarkan SabdaNya.



Tempat sunyi untuk bertobat

“… Apakah arti pertobatan itu sebenarnya?
Pertobatan berarti mencari Tuhan, pergi bersama Tuhan, mengikuti dengan patuh ajaran-ajaran PuteraNya, Yesus Kristus; bertobat bukanlah perjuangan untuk merealisasikan diri sendiri, sebab manusia bukanlah arsitek untuk hidupnya sendiri. Bukan kita yang melakukannya untuk diri kita sendiri. Oleh sebab itu, autorealisasi adalah merupakan satu kontradiksi dan sangat kecil artinya bagi kita. Tujuan kita adalah jauh lebih besar. Bisa kita katakan bahwa pertobatan berarti tidak menganggap diri “pencipta” dan dengan demikian menemukan kebenaran, sebab kita bukan pencipta. Pertobatan mencakup sikap menerima dengan bebas dan dengan cinta bergantung pada Allah, Pencipta Sejati, bergantung pada kasih. Ini bukanlah sikap bergantung melainkan sikap bebas. Bertobat berarti tidak mengikuti kesuksesan pribadi – sesuatu yang bersifat sementara – melainkan, sembari meninggalkan rasa aman manusiawi, memasrahkan
 diri dengan  sederhana dan penuh keyakinan untuk mengikuti Tuhan, agar bagi setiap orang, Yesus menjadi, sebagaimana yang sering diulangi oleh Beata Teresia dari Kalkuta, “segala sesuatu dalam segala hal”. Barangsiapa yang membiarkan dirinya disapa olehNya tidak akan takut kehilangn nyawa, sebab di atas Salib Dia telah mencintai kita dan telah memberikan diriNya untuk kita. Dengan kehilangan hidup demi cinta, kita akan menemukannya kembali”
( Paus Benediktus XVI, 21/02/2007)